Cyberlaw
- Pengertian Cyberlaw :
Cyberlaw adalah hukum yang
digunakan untuk dunia Cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan
internet. Cyber Law
sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.Istilah hukum TI
lain yang digunakan dalam cyberlaw Hukum TI (Law of Information Teknologi),
Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.
- Latar Belakang MuncuInya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi :
Mulai
merasuknya pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan kita saat saat ini.
Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan ATM untuk mengambil uang,
menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi melalui mobile
banking, menggunakan internet untuk melakukan transaksi (internet banking atau
membeli barang), berkirim e mail atau untuk sekedar menjelajah internet, dan
masih banyak yang lainnya. Semua kegiatan ini adalah beberapa contoh dari
pemanfaatan. Teknologi Informasi lain memberikan kemudahan bagi para user,
pemanfaatan Teknologi Informasi ini juga mempunyai dampak negative yang luar
biasa, seperti:
-
Penyadapan
e mail, PIN (untuk internet banking)
-
Pelanggaran terhadap hak hak privasi
-
Masalah domain seperti kasus mustikaratu.com
clan klikbca.corn
-
Penggunaan
kartu kredit milik orang lain.
-
Munculnya
pembajakan lagu dalam format MP3
Pornografi
- Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau pondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, internet dan jaringan komputer telah mendobrak batas ruang dan waktu. Contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu adalah: Seorang penjahat komputer yang berkebangsaan Indonesia berada di Australia mengobrak abrik server di Amerika, yang ditempati atau hosting sebuah perusahaan Inggris.
- Ruang Lingkup CyberLaw :
-
Hak Cipta (Copy Right)
-
Hak Merk
(Trademark)
-
Pencemaran
nama baik (Defamation)
-
Fitnah,
Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
-
Serangan
terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
-
Pengaturan
sumber daya internet seperti IP-Address, domain name
-
Kenyamanan
Individu (Privacy)
-
Prinsip
kehati-hatian (Duty care)
-
Tindakan
kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
-
Isu
prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
-
Kontrak /
transaksi elektronik dan tanda tangan digital
-
Pornografi
-
Pencurian
melalui Internet
-
Perlindungan
Konsumen
-
Pemanfaatan
internet dalam aktivitas keseharianseperti ecommerce,
-
e-government,
e-education dll.
- Perangkat Hukum CyberLaw :
Sebagai
contoh cyberlaw dibutuhkan di indonesia adalah penggunaan digital signature.
Dalam perniagaan, tanda tangan digunakan untuk menyatakan sebuah transaksi.
Kalau di Indonesia, tanda tangan ini biasanya disertai dengan meterai. Nah,
bagaimana dengan transaksi yang dilakukan secara elektronik? Digital signature
merupakan pengganti dari tanda tangan yang biasa.
Digital
signature berbasis kepada teknology kriptografi (cryptography). Keamanan dari
digital signature sudah dapat dijamin. Bahkan keamanannya lebih tinggi dari
tanda tangan biasa. Justru disini banyak orang yang tidak mau terima mekanisme
elektronik karena menghilangkan peluang untuk kongkalikong. Melakukan
pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun
tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet
seperti :UU hak cipta, UU merk, UU Informasi dan transaksi elektronik,UU
perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UUPerpajakan, Hukum
Kontrak, Hukum Pidana dll.
·
Contoh Pelanggaran TI yang terjadi di Indonesia
Seperti
Steven yang pernah bekerja di media online Satunet.com telah membuat beberapa
situs yang sama persis dengan situs Internet banking BCA dengan
www.klikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com dan klikbac.com. Jika
masuk ke lima situs itu, anda akan mendapatkan situs internet yang sama persis
dengan situs klikbca.com. Hanya saja saat melakukan login, anda tidak akan
masuk ke fasilitas internet banking BCA, namun akan tertera pesan "The
page cannot be displayed". Fatalnya, dengan melakukan login di situs -
situs itu, username dan PIN internet anda akan terkirim pada sang pemilik situs.
Steven sendiri telah menyatakan menyesal dan mengakui telah
menimbulkan kerugian kepada pihak BCA dan pihak pelanggan yang kebetulan masuk
ke situs palsu tersebut. Steven juga menyerahkan kembali data user yang
didapatkannya kepada BCA dan menjamin data tersebut tidak pernah
disalahgunakan.
- Hukum yang berlaku di Indonesia untuk mengadili kejahatan teknologi cyberlaw :
Di
Indonesia telah keluar Rancangan Undang Undang (RUU) yang salah satunya diberi
Nama "RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi". Teknologi Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, dan
menyebarkan informasi. RUU ini dikenal dengan istilah "Cyberlaw". RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI) ini dipelopori oleh Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
dengan jalur Departemen Perhubungan. RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini
telah disosialisasikan melalui presentasi dan seminar seminar di berbagai
daerah dengan berbagai peserta, mulai dari mahasiswa, dosen, akademik, pelaku
bisnis, birokrat dan pihak pemerintah.
Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik
Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undang.Undang-Undang ini menjadi cyberlaw pertama di Indonesia.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG?UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG?UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN ….
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
a. Bahwa
pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. Bahwa globalisasi informasi telah menempatkan
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan
dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik
di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara
optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa;
c. Bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi
Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara
langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk?bentuk perbuatan hukum baru;
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara
langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk?bentuk perbuatan hukum baru;
d. Bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi harus terus dikembangkan untuk enjaga, memelihara, dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang?undangan demi
kepentingan nasional;
e. Bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan
penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. Bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan
Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga
pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai?nilai agama dan sosial udaya
masyarakat Indonesia;
g. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf , huruf e, dan huruf f perlu
membentuk Undang?Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang?Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG?UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG?UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang?Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak erbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat ipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi
Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat
dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah
pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya
dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu
Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu
Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang
bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan
status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah
badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan
dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga
independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi
oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat
keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan
yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang
terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data
elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika,
aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi
dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode
Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di
antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik lainnya.
17. Kontrak
Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim
adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
19. Penerima
adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dari Pengirim.
20. Nama
Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi
tertentu dalam internet.
21. Orang
adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum.
22. Badan
Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah
adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2 Undang?Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang?Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pasal 2 Undang?Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang?Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati?hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
b.
mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
publik;
d.
membuka kesempatan seluas?luasnya kepada setiap Orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
1.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
2.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang?Undang ini.
4.
Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang
menurut Undang?Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang?Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang?Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat
ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan
bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di
dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang
menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain
berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada
padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan
Peraturan Perundang?undangan.
Pasal 8
1.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar
oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan
Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali
Pengirim.
2.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali
Penerima yang berhak.
3.
Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem
Elektronik tertentu untuk menerima Informasi elektronik, penerimaan terjadi
pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem
Elektronik yang ditunjuk.
4.
Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang
digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman
adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang
menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap
pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan
mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan
Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya
kepada Penanda Tangan;
b.
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c.
segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang
terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d.
segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang
terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui;
e.
terdapat cara tertentu yang dipakai untuk
mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f.
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda
Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih
lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
12
(1)
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan
Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya.
(2)
Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sekurang?kurangnya meliputi:
a. Sistem tidak
dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati?hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda?nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati?hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda?nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda
Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. Dalam hal
Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda
Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait
dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3)
Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi
hukum yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1)
Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan
keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan
hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5)
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang
beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti
kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Bagian
Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1)
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung
jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2)
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal
16
(1)
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang?undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem
Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan
kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai
dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang?undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB
V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1)
Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan
dalam lingkup publik ataupun privat.
(2)
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan
interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
selama transaksi berlangsung.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
18
(1)
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak
Elektronik mengikat para pihak.
(2)
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang
berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum
Perdata Internasional.
(4)
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.
(5)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
Pasal
19
Para pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem
Elektronik yang disepakati.
Elektronik yang disepakati.
Pasal
20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi
Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima
dan disetujui Penerima.
(2)
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan
secara elektronik.
Pasal
21
(1)
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen
Elektronik.
(2)
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan
sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung
terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara
Agen Elektronik.
(4)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan,
segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal
22
(1)
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus
menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan
penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen
Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB
VI
NAMA
DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1)
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2)
Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar
prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3)
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau
masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh
Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal
24
(1)
Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(2)
Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain
oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain
yang diperselisihkan.
(3)
Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia
dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
25
Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs
internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang?undangan.
Pasal
26
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
Perundang?undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang
bersangkutan.
(2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan
berdasarkan Undang?Undang ini.
BAB
VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman.
Pasal
28
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal
29
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut?nakuti yang ditujukan secara pribadi.
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut?nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal
30
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan
cara apa pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal
31
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik Orang lain.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3)
Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan undang?undang.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
32
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik public.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak
berhak.
(3)
Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan
keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal
33
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang
berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal
34
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras
atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan
Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal
35
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
tersebut dianggap seolah?olah data yang otentik.
Pasal
36
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi
Orang lain.
Pasal
37
Setiap Orang dengan
sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik
yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB
VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)
Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak
yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi
Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2)
Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan
terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan
Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang?undangan.
Pasal
39
(1)
Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang?undangan.
BAB
IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1)
Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2)
Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala
jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)
Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang
memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4)
Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5)
Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat
(3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan
keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
41
(1)
Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan
Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2)
Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3)
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
BAB
X
PENYIDIKAN
Pasal 42
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang?Undang ini, dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam
Undang?Undang ini.
Pasal
43
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang?Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2)
Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,
integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang?undangan.
(3)
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem
elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin
ketua pengadilan negeri setempat.
(4)
Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya
kepentingan pelayanan umum.
(5)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan
atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang?Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang?Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang?Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang?Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang?Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang?Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang?Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundangundangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang?Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6)
Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik
melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat
dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut
umum.
(8)
Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan
penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.
Pasal
44
Alat bukti
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Undang?Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang?undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
BAB
XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal
46
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Pasal
47
Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal
48
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal
49
Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
50
Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
51
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal
52
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak
dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik
serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok
ditambah sepertiga.
(3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik
serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah
dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan,
bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan
diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing?masing Pasal ditambah
dua pertiga.
(4)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana
pokok ditambah dua pertiga.
BAB
XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya
Undang?Undang ini, semua Peraturan Perundang?undangan
dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi
yang tidak bertentangan dengan Undang?Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi
yang tidak bertentangan dengan Undang?Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB
XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)
Undang?Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
(2)
Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama
2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang?Undang ini. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang?Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakartapada tanggal ….
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN
PENJELASAN
RANCANGAN UNDANG?UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……TAHUN ….
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK